Rabu, 02 Mei 2012

Preface 2

Secara psikologis, ada lima tahap yang dilalui seseorang ketika dia kehilangan sesuatu. Lima tahap tersebut adalah denial, anger, bargain, depression, dan acceptance. Dulu, waktu kelas 4 atau 5 SD, gw gak jajan seminggu buat ngumpulin uang dua puluh ribu. Di akhir minggu, tepatnya hari Jumat, uang tersebut hilang. Reaksi gw kemudian adalah:

1. Merogoh saku celana sedalam-dalamnya, bongkar-bongkar tas nyariin uang 20 ribu tersebut mati-matian sambil berbisik lirih "engga ilang kok, ini pasti engga ilang kok". Ini tahap denial.

2. Teriak-teriak, nangis, banting pintu. Ini tahap anger.

3. Ngetrace ulang setiap langkah kaki dari sekolah ke rumah, nyari uang 20 ribu tersebut di setiap sudut. Berdoa sama Allah supaya uang 20 ribu tersebut ketemu. Solat Jumat dan solat Ashar dengan sekhusyuk mungkin. Ini tahap bargain.

4. Sadar bahwa uang tersebut telah hilang selama-lamanya. Ngerasa nyesel karena udah cape-cape gak jajan selama seminggu terakhir. Nangis lagi. Ini tahap depression.

5. Berhenti depresi, move on. Ngumpulin duit lagi. Ini tahap acceptance.

Gak peduli apapun yang lo ilangin, mulai dari sekedar uang 20 ribu seperti contoh diatas sampai kehilangan rumah karena tsunami, lima tahap ini pasti dilewati. Bedanya paling hanya dalam durasi waktu. Ketika kehilangan sesuatu yang kecil, lima tahap ini bisa diselesaikan dalam waktu dua puluh detik. Tapi ketika kehilangan sesuatu yang besar, ah udah ah cape.

Nah, karena kebetulan kita lagi ngomongin Tsunami, gw pengen ngebahas tentang bagaimana satu hari random yang engga ada hubungannya sama kita bisa sangat berpengaruh terhadap takdir dan masa depan kita. Jadi... *efek flashback*

Dulu, tanggal 26 Desember 2004, Tuhan muak sama perundingan antara NKRI dan GAM yang selalu mentok. Akhirnya Dia memutuskan turun tangan untuk membereskan konflik di Aceh dan mengirim Tsunami ke daratan Aceh. Tujuannya tercapai. GAM akhirnya bubar dan perdamaian sekali lagi muncul di tanah Aceh. However, it's a bit overkill. Korban jiwa dan materi yang ditimbulkan, seperti yang kalian tahu, sangat sangat banyak dan udah ah cape.

Di hari yang tragis tersebut, seorang anak turut menjadi korban Tsunami. Keluarganya kemudian memutuskan untuk memindahkan anak tersebut ke Cirebon. Di Cirebon, anak tersebut pacaran sama seorang gadis. Lucunya, kebetulannya, ironisnya, gadis tersebut adalah gadis pertama di komunikasi yang gua taksir dulu.

See? Tsunami itu kejadian tahun 2004, di tempat yang jaraknya ratusan kilometer dari gua, tapi somehow kejadian tersebut masih bisa mempengaruhi gw.

Beberapa bulan yang lalu, hal yang sama terulang. Well, kali ini lebih gak dramatis karena gak ada tsunami yang terlibat. Tapi pada hari itu, hari yang random -i don't really know the detail- seorang pria random bertemu dengan seorang wanita di sebuah event random yang enggak ada hubungannya sama gw. Akhirnya pertemuan random tersebut berujung pada kejadian yang gw tulis di post sebelumnya.

Secara psikolgis, kejadian tersebut dapat dihitung sebagai 'kehilangan sesuatu'. Bisa ditebak apa tema tulisan besok?

Yak, besok kita bahas tentang Denial.

Tidak ada komentar: