Minggu, 06 Mei 2012

Anger

This is the most depressing part of the drama

Ada dua hal yang sangat menyenangkan saat kita suka sama orang yang udah punya pacar.
Pertama adalah pepatah klasik: kalau cewek yang kamu taksir jomblo, maka seluruh dunia jadi saingan kamu. Sebaliknya, kalau cewek yang kamu taksir udah punya pacar, saingan kamu cuma satu.

Kedua, kita punya gambaran pasti cowo seperti apa yang diinginkan sama si cewe target. Artinya, kita bisa:

1. Membandingkan kapasitas diri dengan kapasitas pacarnya secara langsung.

2. Menganalisis strength, weakness, oportunity, dan threat secara objektif.

3. Mengetahui apa yang harus diperbaiki dari diri sendiri agar bisa bikin target jatuh hati..

Sebagai pria yang sering gak sengaja suka sama cewe yang punya pacar, gw telah merasakan sendiri arti penting dari tiga poin tersebut.

Terutama poin nomer tiga.

Dulu, gw pernah suka sama seorang cewe yang pacarnya sangat atletis. Sementara, seperti yang kita ketahui, gw agak sedikit cungkring. Perbedaan yang ekstrim antara atletisitas gw dan pacarnya cewe tersebut memang di satu sisi bikin depresi. Tapi di sisi lain, hal ini memicu gw untuk meningkatkan atlesitas gw. Sama seperti seorang Sims yang berusaha meningkatkan level atlesitasnya, gw mendapatkan motivasi baru untuk meluangkan lebih banyak waktu untuk berkeringat.

Hasilnya?

Dia tetep sama pacarnya. Tapi seengganya nilai atletisitas gw naik beberapa poin. Positif kan?

Lebih dulu lagi, cewe yang gw suka pacaran sama seorang 'senior cool'. Hal ini bikin frustasi di satu sisi, tapi di sisi lain mendorong gw untuk memperbaiki sikap dan kepribadian gw.

Hasilnya?

Gak ada hasilnya. Dia tetep sama pacarnya, dan butuh waktu lima tahun lagi sebelum gw akhirnya bisa menyandang predikat 'senior cool'. Agak telat sih, tapi positif kan?

Yang agak lucu adalah... kebiasaan 'belajar dari pacarnya target' ini pada akhirnya menjadi salah satu faktor yang memperbesar 'anger' gw. Gw terbiasa buat berada dalam posisi 'dibawah' pacarnya target. Gw terbiasa buat belajar dari kekalahan. Gw terbiasa berkembang untuk menyamai atau bahkan melebihi pacarnya target. Honestly, gw sangat menikmatinya.

Makanya timbul masalah saat...

Pacar barunya dia gak ada bagus-bagusnya sama sekali.

Gw menghabiskan waktu yang agak lama untuk menganalisis karakter dari pacar barunya dia dan membandingkannya dengan kapasitas gw.

Apa dia lebih ganteng? Nope.

Apa dia lebih pinter? Haha, not a chance.

Apa dia lebih keren? Debatable.

Apa dia lebih jago maen musik? Ngeh. .

Apa dia lebih atletis? Perut gw rata sekarang, thanks.

Apa dia lebih produktif? Not really, no. 

Jadi apa? Gak ada hal yang 'lebih' selain fakta obvious bahwa keluarganya jauh lebih kaya dari keluarga gw. Terus kalau lebihnya cuma itu, gw mesti ngapain? Berdoa supaya bokap gw tiba-tiba kaya? Teriak "monyet bawa paku" seratus kali biar uang tiba-tiba turun dari langit? Gak bisa kan? Kalau kalah atletis, gw bisa mulai workout lagi. Kalau kalah produktif, gw bisa meningkatkan produktivitas gw. Tapi kalau gini?

It's a dead end.

And I fucking hate dead end.
  
Fakta ini kemudian menjadi dementor yang menyedot segala motivasi gw.

Setiap gw mau jogging atau olahraga lainnya, ada suara kecil yang berkata "Ngapain? Toh perut rata lo ga bisa menangin dia,"

Negatif kan?

Makanya, gw kemudian menjadi sangat-sangat marah.

Marahnya bukan sama dia yang ninggalin gw, bukan sama pacar barunya yang terlalu beruntung. bukan sama keluarga gw yang harta kekayaannya kurang melimpah.

Tapi sama gw sendiri.

Tidak ada komentar: