Sabtu, 19 April 2014

Antara Dinda dan Perilaku Bersosial Media

Apa yang bisa kita pelajari dari kasus Dinda dan Ibu Hamil?

Pertama, jangan pernah macam-macam dengan komunitas Ibu Hamil. Jangan pernah. Kamu bisa berkata buruk tentang PKI, FPI dan bahkan tentang Ibu Ani Yudhono tanpa konsekuensi apapun. Tetapi apabila kau menyinggung Ibu Hamil, bersiaplah mendapat hujatan dari langit dan bumi. 

Kedua, kita bisa belajar tentang perilaku masyarakat Indonesia dalam menggunakan sosial media.

Di tulisan ini, saya tidak hendak mengulas kasus Dinda melawan Ibu Hamil dari perspektif moral. Saya tidak memiliki kapasitas untuk melakukan itu karena (1) saya tidak pernah hamil, (2) saya termasuk orang yang suka memberikan bangku kepada yang membutuhkan apabila perjalanan yang saya tempuh kurang dari dua jam jadi pendapat saya akan kasus ini mungkin bias dan (3) saya belum sempat mempelajari undang-undang yang mengharuskan pemberian kursi kepada orang yang membutuhkan.

Saya lebih tertarik untuk membahas kasus ini dari perspektif sosial media, tepatnya tentang bagaimana perilaku masyarakat Indonesia dalam menggunakan sosial media ketika menghadapi pemikiran yang tidak simpatik.

Nah.

Kasus Dinda melawan Ibu Hamil dimulai ketika Dinda menulis ketidaksukaannya pada Ibu Hamil di Path, sebuah sosial media yang sebenarnya sangat privat. Sial bagi Dinda, tulisannya disebarkan oleh seorang teman Path-nya. Dalam hitungan detik, screenshot gerutuan Dinda terhadap Ibu Hamil tersebar ke seluruh Indonesia. Bisa ditebak, Dinda yang tidak tahu apa-apa tiba-tiba dibanjiri oleh kecaman.

Berikut contoh beberapa kecaman untuk Dinda,


Indeks Kecaman terhadap Dinda terus meninggi sampai-sampai beberapa orang yang kecerdasan dan kesadaran moralnya lebih tinggi dibanding rata-rata masyarakat Indonesia menulis tulisan instropektif terhadap perilaku mengecam online berjamaah ini. Aneh, memang. Orang-orang yang tidak memberi kursi kepada orang dengan kebutuhan khusus di kendaraan umum ada banyak sekali. Meskipun begitu, saya tidak pernah melihat ada satupun yang memarahi orang-orang yang tidak mau memberi tempat duduk tersebut. 

Hal ini menunjukan dua efek sosial media, yakni:
  • Membuat Hal yang Menjadi Penting
Sesungguhnya apabila Kasus Dinda tejadi di dunia nyata, masalahnya tidak akan menjadi begitu besar. Misalnya Dinda bercerita pada temannya, Rani. "Ran, tadi di kereta ada Ibu-Ibu Hamil rese minta kursi ke gw terus ga gw kasih karena begini-begitu," kira-kira apa reaksi Rani? Apakah Rani akan menampar Dinda lalu memberitahukan kejahatan Dinda pada semua temannya? Tidak bukan? Kecuali tentu apabila Rani sendiri sedang.... ah, saya terlalu takut untuk menyelesaikan punch line ini.
  • Membuat Orang Menjadi Kejam
Ada kecenderungan dimana orang-orang belum memahami bahwa sosial media adalah ruang interaksi antara orang betulan. Di social media, hanya karena orang-orang tidak mengenal Dinda, tidak bisa melihat Dinda dan mungkin tidak akan pernah bertemu dengan Dinda seumur hidupnya, mereka jadi merasa bebas berkata keras dan berkomentar jahat seakan Dinda hanyalah entitas abstrak, bukan manusia biasa yang bagaimanapun perlu dihormati (dan yang paling penting untuk didengar para pria, perlu untuk tidak dihamili sesuka hati). 

Ser Jorah Mormont pernah berkata bahwa "There's a beast inside every man, and it stirs when you put social media in his hand". Perkataan Ser Jorah ini ada benarnya. Begitu kau memberikan sosial media kepada seseorang, maka kau akan bisa melihat betapa kejamnya orang itu sebenarnya!

Sebenarnya kejadian mirip Dinda telah terjadi beberapa kali sebelumnya. Kalian masih ingat dengan Justine Sacco?


Tweet Justine Sacco lebih ofensif dan cerdas daripada gerutuan panjang Dinda di Path. Tapi sama saja, kasus Justine Sacco membuat orang-orang yang memiliki sedikit latar belakang pengetahuan di human communication behavior seperti saya terkejut. Betapa berlebihan dan betapa kejamnya reaksi orang-orang di social media! Apalagi Justine Sacco (dengan follower 300) dan Dinda sebenarnya hanya membagi pemikirannya dengan circle-nya, orang-orang yang (terutama dalam kasus Dinda) seharusnya paham bahwa pemikiran tersebut tidak untuk disebarkan.

Begitulah. Untuk mengakhiri tulisan ini saya akan memberikan beberapa kata mutiara:

1. Hormatilah Ibu Hamil. Mereka adalah perwujudan Gaia serta Isis.
2. Berikanlah kursi kepada yang membutuhkan selagi Anda masih mampu. Itu bukan masalah yang besar.
3. Cobalah untuk lebih beradab di media sosial.

Cao~





Tidak ada komentar: