Jumat, 21 Maret 2014

The Fifth Month

Beberapa bulan yang lalu, saya membaca 'The Geography of Bliss', sebuah buku perjalanan tentang pencarian kebahagiaan yang ditulis oleh Eric Weiner. Buku ini istimewa bagi saya, karena mungkin inilah satu-satunya buku perjalanan yang saya sukai. Buku perjalanan lain biasanya tidak memuaskan saya karena si penulis seringkali terbutakan oleh antusiasme dan euphoria yang membuat dia gagal menangkap esensi kehidupan dari tempat-tempat yang ia kunjungi. Selain itu, mayoritas penulis buku perjalanan alias 'travel blogger' juga membuat saya alergi karena bagi saya mereka adalah salah satu variasi dari virus hipster yang menjengkelkan.

Nah, berbeda dengan para hipster, maaf, travel blogger biasa, Eric Weiner adalah seorang jurnalis skeptis yang memiliki referensi luas terhadap ilmu psikologi, sejarah dan antropologi. Eric Weiner bisa menangkap dengan tepat esensi kehidupan dari tempat yang ia kunjungi lalu menganalis-silangkannya dengan berbagai referensi yang ia miliki. Hasilnya luar biasa! Aku rekomendasikan kalian untuk membacanya sebelum kalian mati.

Dalam buku 'The Geography of Bliss', Eric Weiner membuktikan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan kebahagiaan manusia adalah hubungan sosial. Inilah yang membuat family man lebih bahagia dari orang sebatang kara. Ini juga yang membuat kehidupan jomblo begitu sengsara; karena hubungan adalah salah satu faktor utama kebahagiaan.

Saya pribadi, seperti yang mungin kalian ketahui, relatif memiliki sedikit hubungan sosial yang berfungsi dengan baik sehingga saya kerap merasa tidak bahagia. Setidaknya, itulah yang terjadi sampai ketika sekitar lima bulan yang lalu saya menemukan seorang gadis yang cukup baik untuk mau membina hubungan romantis dengan saya.

Saya bertemu dengannya di kantor lama saya, Prasasta. Sejak awal ia masuk, saya sudah tertarik dengannya karena, well, secara fisik ia memang menarik. Saya suka parfumnya, suaranya dan senyumnya. Tapi yang benar-benar membuat saya jatuh cinta padanya adalah judul skripsinya: 'Pengaruh Kemenarikan Wanita terhadap Kesediaan Lelaki untuk Berbohong' yang ia teliti menggunakan eksperimen (oh, aku lupa bilang bahwa dia anak Psikologi UI angkatan 2009).

Lucu. Saya tidak pernah merasa bahwa saya akan memiliki pacar sebelum saya membeli mobil pertama saya di usia 24 tahun. Saya sebelumnya hidup ditengah gadis-gadis materialistik yang membuat saya yakin bahwa cinta itu tidak ada dan wanita itu harus dibeli secara simbolik melalui pameran kemewahan (ya, anda tidak perlu memberi tahu saya bahwa saya salah bergaul, saya tahu). Maka saya tidak menyangka bahwa ketika saya menawarkan 'cinta, kesetiaan dan janji', gadis tersebut akan mengatakan 'ya'.

Hubungan kami bukan hubungan yang mudah. Sebelum saya benar-benar memiliki pacar, saya punya beberapa kriteria gadis ideal yang diantaranya adalah: ia harus secerdas saya (syarat yang terlalu tinggi untuk mayoritas wanita, sepertinya), ia harus menyukai film-film cerdas, ia harus menyukai serial game of thrones, ia harus suka membaca, ia harus memiliki pengetahuan dasar akan sejarah filsafat dan yang paling penting ia harus suka Owl City. Nah, ternyata gadis yang akhirnya membuat saya jatuh cinta sekarang sama sekali tidak memenuhi satu pun dari kriteria tersebut.

Kami sangat berbeda. Sama berbedanya seperti sebuah planet dan sebuah planetoid. Saya adalah seorang konservatif dan ia adalah seorang liberal. Saya membenci hipster, ia sampai tahap-tahap tertentu adalah seorang hipster. Saya lahir dari keluarga sederhana dan ia lahir dari keluarga... kaya. Saya menyukai Jason Mraz, ia menyukai musik jedag-jedug. Saya suka membaca, ia hanya membaca artikel-artikel psikologi yang bersinggungan dengan minat utamanya di bidang psikologi sosial. Saya memuja Lorde dan The Hobbit -yang ia benci. Ia menyukai Skrillex dan lagu-lagu remix hipster -yang saya benci. Saya percaya bahwa jiwa dari musik adalah lirik, ia tidak.

Sepertinya kami saling mencintai dengan cukup baik, tetapi hubungan kami penuh gangguan yang pada umumnya disebabkan oleh perbedaan kami, ketidakdewasaan kami (well, aku lebih tepatnya) serta masa lalu kami.

Di bulan pertama, kami menikmati masa-masa indah dalam kabut-kabut cinta. Meski terkadang kabut-kabut cinta itu tersibak dan logika skeptis kami muncul dengan dramatis sambil berteriak "Kau benar-benar yakin mau sekali lagi mengambil resiko untuk patah hati sampai menjadi butiran debu?"

Di bulan kedua, saya merasa sangat terganggu dengan sifatnya yang over-friendly terhadap teman-teman prianya. Saya menghendaki hubungan yang eksklusif, tetapi dia merasa bahwa tidak ada salahnya apabila ia merasa nyaman dengan teman lelakinya. To be fair, wanita memang bisa membedakan 'teman' dan 'partner romantis' sehingga ia bisa merasa nyaman dengan lelaki tanpa tertarik secara seksual kepadanya. TAPI SAYA KAN ENGGA BISA. Saya bisa dengan mudah tertarik secara seksual kepada teman wanita saya yang menarik sehingga secara otomatis saya harus membatasi kontak dengan teman-teman wanita saya (yang for the record, rata-rata sangat menarik). Hal ini beberapa kali saya coba negoisasikan tetapi hasilnya nihil, bak bernegoisasi dalam bahasa yang berbeda.

Di bulan ketiga dan keempat, kami mengalami masa-masa keemasan. Setelah kami memahami bahwa tidak ada gunanya bernegoisasi dalam beberapa hal prinsip (seperti tentang betapa bagusnya lagu Lorde, demi tuhan, kenapa dia tidak bisa melihatnya!) kami akhirnya saling mengabaikan hal-hal yang bisa memicu gesekan dan memilih bersenang-senang setiap hari. Kami makan, nongkrong, makan, nongkrong dan seterusnya sampai-sampai saya merasa sangat bahagia dan berat badan saya naik 12 kilogram.

Di bulan kelima, setelah melihat betapa tipisnya saldo rekening kami dan tebalnya timbunan lemak kami, akhirnya kami sepakat untuk melakukan perubahan gaya pacaran ke arah yang lebih bertanggung jawab. Kami berhenti main setiap hari dengan tujuan agar saya bisa menabung 25% gaji saya setiap bulan. Kebetulan, di bulan kelima ini saya berhenti bekerja di kantor yang sama dengannya sehingga secara teknis frekuensi main, makan dan nongkrong bersama akan berkurang drastis. Selain itu, kami juga memulai diet tidak-makan-diatas-jam-enam.

Perubahan ini relatif sulit untuk dilakukan karena ternyata saya adalah orang yang clingy dan kangenan, tapi kami berusaha untuk membuatnya bekerja.

Doakan kami ya, :)  

Tidak ada komentar: