Salah satu mata kuliah favorit gw semester ini adalah Desain Komunikasi Visual. Sebuah mata kuliah yang mengajari mahasiswa bagaimana mengirimkan pesan lewat media visual, atau bahasa awanya: nge-desain. Alasan gw suka mata kuliah ini sederhana, pertama karena mata kuliah ini membangkitkan kembali minat gw terhadap photoshop dan coreldraw yang udah terpendam selama bertahun-tahun, dan karena mata kuliah ini -seperti mata kuliah berbasis seni lainnya- memberikan ruang yang luas untuk mengekspresikan diri. Mengekspresikan diri adalah bisnis yang menyenangkan ketika dirimu keren, bukan? ~_~
Jadi, tugas minggu ini adalah memvisualisasikan puisi. Atau bahasa awamnya, ngasih hiasan ke puisi (credit: Wahyu Restriarini). Dan meskipun sebenernya gw bukan orang yang suka pamer, tapi entah kenapa gw ngebet banget masang hasil gw di blog ini. Ini dia:
Puisi yang gw pake adalah puisi klasik dari Indonesia: Cintaku Jauh di Pulau karya Chairil Anwar. Alasan gw milih puisi ini sederhana, karena puisi ini merepresentasikan derita terdalam yang dapat di alami oleh manusia: Harapan yang terkoyak. Penantian yang sia-sia. Usaha yang kandas oleh takdir yang kejam. Dan seterusnya, dan seterusnya. Oke, jujur, sebenernya gw bukan penikmat puisi kawakan, gw lebih suka sastra yang tinggal dilahap daripada sastra yang indah, tapi puisi ini bener-bener bikin 'jiwa gw bergetar'. Well, it's plainfully (plainfully itu ada di kamus gak sih?) cool. Kata-kata yang menurut gw kekuatannya kerasa banget adalah dua kalimat terakhir dalam bait kedua, ketiga, dan keempat, yakni:
Nah, sekarang mari kita omongin desainnya. Tadinya gw pengen bikin background yang suram super dengan cara mengeset background ungu - foreground hitam -> cloud -> wind (stagger) -> watercolor yang akan menghasilkan background suram abstrak ala Van Gogh. Terus gw bakal bikin nisan super gede dan super reyot, dan instead of bertuliskan nama-tanggal lahir-tanggal wafat, nisan tersebut akan bertuliskan puisi ini. Lumayan keren kan konsepnya? Tapi setelah dipikir-pikir, kesuraman total seperti yang ditawarkan konsep tersebut engga begitu sesuai sama puisi ini. Puisi ini memang menggambarkan derita terdalam manusia, tapi Chairil Anwar engga menuliskan derita tersebut dengan gaya orang yang menderita... I mean, dia ga bilang "WOH GW MENDERITA. AH. TIDAK. AAAAHHH", dia bilang dengan santai Mengapa Ajal memanggil dulu sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Jadi akan sedikit mengkhianati konsep kalau puisi ini gw visualisasikan dengan kesuraman total.
Jadi konsep awal tadi gw buang dan gw kembali ke konsep awal puisi ini, yakni 'plainfully cool'. Gw bakal menggambarkan penderitaan yang direpresentasikan puisi ini dengan sesuatu yang sederhana tapi dalem. Hasilnya seperti gambar diatas, tanah dan langit yang cerah. Sebuah salib. Dan seorang wanita yang sedang duduk disebelahnya. Diperhalus dengan efek smudge supaya kesan sedihnya gak ilang (mungkin efek smudge-nya gak keliatan disini). Simpel dan menyakitkan, bukan? Font puisinya juga sengaja gw pake Adobe Hebrew, buat nambah kesan sederhana, gak lebai, tapi masih memberikan kesan pedih... Duh, bahasa gw.
So, whaddaya think, guys? =D
Jadi, tugas minggu ini adalah memvisualisasikan puisi. Atau bahasa awamnya, ngasih hiasan ke puisi (credit: Wahyu Restriarini). Dan meskipun sebenernya gw bukan orang yang suka pamer, tapi entah kenapa gw ngebet banget masang hasil gw di blog ini. Ini dia:
Puisi yang gw pake adalah puisi klasik dari Indonesia: Cintaku Jauh di Pulau karya Chairil Anwar. Alasan gw milih puisi ini sederhana, karena puisi ini merepresentasikan derita terdalam yang dapat di alami oleh manusia: Harapan yang terkoyak. Penantian yang sia-sia. Usaha yang kandas oleh takdir yang kejam. Dan seterusnya, dan seterusnya. Oke, jujur, sebenernya gw bukan penikmat puisi kawakan, gw lebih suka sastra yang tinggal dilahap daripada sastra yang indah, tapi puisi ini bener-bener bikin 'jiwa gw bergetar'. Well, it's plainfully (plainfully itu ada di kamus gak sih?) cool. Kata-kata yang menurut gw kekuatannya kerasa banget adalah dua kalimat terakhir dalam bait kedua, ketiga, dan keempat, yakni:
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Kerasa banget kan kekuatannya? Atau mungkin gw yang lebai kali ya... #abaikanaku tidak 'kan sampai padanya
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Nah, sekarang mari kita omongin desainnya. Tadinya gw pengen bikin background yang suram super dengan cara mengeset background ungu - foreground hitam -> cloud -> wind (stagger) -> watercolor yang akan menghasilkan background suram abstrak ala Van Gogh. Terus gw bakal bikin nisan super gede dan super reyot, dan instead of bertuliskan nama-tanggal lahir-tanggal wafat, nisan tersebut akan bertuliskan puisi ini. Lumayan keren kan konsepnya? Tapi setelah dipikir-pikir, kesuraman total seperti yang ditawarkan konsep tersebut engga begitu sesuai sama puisi ini. Puisi ini memang menggambarkan derita terdalam manusia, tapi Chairil Anwar engga menuliskan derita tersebut dengan gaya orang yang menderita... I mean, dia ga bilang "WOH GW MENDERITA. AH. TIDAK. AAAAHHH", dia bilang dengan santai Mengapa Ajal memanggil dulu sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Jadi akan sedikit mengkhianati konsep kalau puisi ini gw visualisasikan dengan kesuraman total.
Jadi konsep awal tadi gw buang dan gw kembali ke konsep awal puisi ini, yakni 'plainfully cool'. Gw bakal menggambarkan penderitaan yang direpresentasikan puisi ini dengan sesuatu yang sederhana tapi dalem. Hasilnya seperti gambar diatas, tanah dan langit yang cerah. Sebuah salib. Dan seorang wanita yang sedang duduk disebelahnya. Diperhalus dengan efek smudge supaya kesan sedihnya gak ilang (mungkin efek smudge-nya gak keliatan disini). Simpel dan menyakitkan, bukan? Font puisinya juga sengaja gw pake Adobe Hebrew, buat nambah kesan sederhana, gak lebai, tapi masih memberikan kesan pedih... Duh, bahasa gw.
So, whaddaya think, guys? =D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar