Minggu, 16 Februari 2014

Selamat Tinggal dan Terimakasih, My Chemical Romance


Hari ini, hari Minggu, saya tetap pergi ke kantor untuk menyelesaikan beberapa tugas yang harus diserahkan ke klien pada hari Senin.

Seperti biasa, saya langsung membuka website grooveshark.com, sebuah website yang memungkinkan anda untuk mendengarkan berbagai lagu secara online sebelum memulai pekerjaan. Entah mengapa, saya sedang ingin mendengarkan lagu-lagu 'keras' yang populer saat saya masih remaja dulu. Tanpa pikir panjang saya pun mengetikan 'My Chemical Romances' di kolom pencari Grooveshark.

Dari hasil pencarian, saya melihat bahwa ternyata My Chemical Romance telah merilis album baru pada tahun 2010 (hanya 'baru' bagi saya, sepertinya). Judulnya Danger Days: The True Lives of the Fabulous Killjoys.

Reaksi saya terhadap album ini adalah... 'beda'. Tidak ada aroma kematian, kebencian dan rasa frustasi dalam album ini. Sepertinya 'My Chemical Romance' telah berubah menjadi 'My Chemical Romance.... Goes Unexpectedly Well and I No Longer Hate the World but We're Still Kind of Emo so Fuck You and Have a Nice Day'.

Terdorong rasa penasaran, saya segera melakukan pencarian online tentang album ini. Tentang reaksi fans, tentang drama di dapur rekaman, tentang visi yang dikandungnya, dan akhirnya tentang... bagaimana akhirnya My Chemical Romance mengakhiri 12 tahun kebersamaan mereka.

Hasil pencarian yang muncul ternyata sangat emosional. Tidak, My Chemical Romance tidak bubar karena vokalisnya masuk penjara seperti Kangen Band. My Chemical Romance juga tidak bubar karena salah satu atau salah dua personelnya bertengkar berebut pengaruh seperti anak gadis. My Chemical Romance bubar karena satu alasan saja, satu alasan yang sederhana...

Karena jauh sebelum mereka memutuskan untuk bubar, My Chemical Romance sudah lama tidak ada.

Maafkan apabila saya salah karena saya bukan ahli di bidang ini. Bagi saya, My Chemical Romance adalah band yang dibentuk oleh sekelompok pemuda yang bingung. Pemuda-pemuda yang mengalami beberapa kenyataan pahit saat mereka tengah beranjak dewasa. Mereka kemudian menggunakan seperangkat alat musik untuk mengekspresikan kebingungan mereka, rasa sakit hati mereka serta protes-protes tak terdengar mereka. Diatas segalanya, mereka mengekspresikan kebencian mereka terhadap dunia.

Tidak semua musik mereka mudah didengar, tentu saja. Mereka bukanlah One Direction atau Justin Bieber yang memang didesain dengan ilmu-ilmu pemasaran untuk menarik konsumen berupa anak-anak gadis. Mereka, My Chemical Romance, hanya menuliskan perasaan mereka dan mengekspresikannya dalam bentuk lagu. Sesederhana itu.

My Chemical Romance adalah sebuah visi yang abadi. Sayangnya, personel-personel mereka adalah manusia biasa. Seperti manusia biasa, mereka akhirnya tumbuh. Seperti manusia biasa, mereka akhirnya memahami kehidupan sedikit demi sedikit. Seperti manusia biasa, mereka berhenti membenci hidup dan memilih berdamai dengannya.

Gerard Way menuliskan bahwa dia kehilangan 'rasa' saat ia manggung di suatu tempat pada tahun 2012. 'Rasa' itu, mungkin, adalah kesadaran bahwa dia bukan lagi remaja marah yang ingin mengacak-acak tatanan dunia yang kacau. Kini dia telah dewasa. Kini dia tidak lagi memiliki 'Chemical Romance' yang meletup-letup dalam hatinya.

Karena alasan yang sama, Danger Days: The True Lives of the Fabulous Killjoys juga kehilangan nuansa kegelapan, kematian dan kebencian khas layaknya album-album sebelumnya.

Sedih memang, mendengar band legendaris ini harus mengakhiri perjalanannya. Apalagi saat ini blantika musik mainstream dipenuhi oleh pecandu heroin hedonistik yang tidak memiliki cukup otak dan rasa untuk menggubah nada-nada kehidupan menjadi musik. Tetapi, pembubaran ini adalah yang terbaik. My Chemical Romance adalah sebuah ide. Ide yang tidak mungkin lagi dijalankan oleh anggota-anggotanya yang kini telah dewasa.

Saya sendiri, seperti banyak manusia lainnya, sangat bergantung terhadap My Chemical Romance untuk mengarungi masa remaja saya. Bersama dengan My Chemical Romance, saya melarutkan rasa amarah, rasa bingung dan rasa benci terhadap dunia. Bersama dengan My Chemical Romance saya memprotes orang tua saya yang (saat itu dirasa) tidak berguna, sistem pendidikan yang (saat itu dirasa) sangat tolol dan segala otoritas lain yang (saat itu dirasa) mengacaukan segalanya.

Pacar saya dulu, yang juga memiliki latar belakang sendu tersendiri, adalah sama-sama penggila berat My Chemical Romance. She was my 'Helena' (not the grandma, but the goddess you morons) dan rasanya menyenangkan memiliki pasangan yang memikul beban yang sama.

Tapi, sama seperti personel-personel My Chemical Romance, saya juga akhirnya tumbuh dewasa. Rasa bingung, rasa amarah dan rasa benci yang selalu saya kenakan kini telah terlipat rapi dan dimasukan ke sudut terbawah lemari. Perlahan-lahan, lagu-lagu My Chemical Romance berhenti menjadi bagian dari playlist. Perlahan-lahan.

Kini, di sebuah gedung perkantoran Jakarta. Dengan gelar sarjana, pekerjaan tetap dan karir yang (mudah-mudahan) cemerlang di depan mata, gaung-gaung My Chemical Romance semakin terdengar sayup.

Terimakasih, My Chemical Romance.

Selamat tinggal. 
   

Tidak ada komentar: