Dengan kekuatan yang besar, timbul tanggung jawab yang besar. With great power, come great responsibility.
...
...
...
Eh salah, maksud gua, ‘Kadang imajinasi, harapan, serta kekhawatiran bisa menjadi lebih nyata dibanding kenyataan itu sendiri.’
Tangkuban Parahu, sebuah legenda tentang cinta terlarang yang mengambil gunung ini sebagai klimaks masih sering terdengar, dan masih terus diceritakan secara turun temurun oleh keluarga-keluarga di tanah nusantara. Dan dengan baju kemeja necis, sendal khusus untuk ke undangan, dan jam tangan yang sekarang uda ilang, aku mengunjungi Tangkuban Parahu yang menawan ini.
Niat awalnya sih, cuma liat-liat kawah doang. Cuma jadi wisatawan kayak lansia yang cuma numpang nebeng di depan kawah terus foto-foto sama keluarga, liat-liat cinderamata unik terus tawar menawar sama tukang dagang yang kelamaan digunung sampe-sampe ga tahu harga barang-barang yang mereka jual di pasaran dunia nyata, ga tau bahwa ISHG yang rontok telah membawa deflasi maksimum pada barang-barang jualan mereka, ga tau bahwa tanggal kadaluarsa barang yang mereka jual itu tinggal beberapa detik lagi, dst.. dst..
Setelah sepuluh menit berjalan di jalan utama, gw bosen juga.. ‘garing amat ni gunung,’ celetuk gw dalem hati. Pasalnya, jalan utama TP ini terlalu mulus untuk sebuah gunung, ga ada suasana advent-nya sama sekali. Akhirnya selama 10 menit berikutnya, gw jalan sambil nyanyi-nyanyi lagu Quen,
I’m a shooting star.. leaping to the sky.. Like a Tiger, defyning the law of gravity..
A racing car, passing by.. Like lady Godiva.. I’m gonna go.. go.. no one’s stoping me..
Dengen pe-denya gw terus nyanyi, padahal jalan disitu masih banyak orang. Orang-orang itu menatap gw selagi gw terus bernyanyi, entah tatapan kagum, tatapan heran, atau tatapan kasian.. ‘kasian.. ganteng-ganteng ko gila..’ mungkin itu pikiran mereka. Adik gw nutupin mukanya dan jalan 10 meter dibelakang gw, pura-pura gak kenal ama gw. Ah, peduli amat.. namanya juga gunung TP, gunung Tebar Pesona.
Beberapa menit kemudian, setelah lelah menyanyi, tekstur jalan mulai berubah. Jalan yang tadi sengaja di-batu-i kini hanya berupa tanah yang tidak diratakan. Di kiri dan kanan jalan pun, entah sejak kapan, telah berubah menjadi hutan. Kawah tidak lagi tampak batang hidungnya.
Pohon. Pohon. Pohon lagi. Disetiap belokan gw berharap pohon-pohon ini menipis dan pemandangan kembali berubah menjadi pemandangan kawah.
Takut. Setiap langkah terasa semakin masuk kedalam hutan dan meninggalkan TP. Suasana mistis-mistisan mulai terasa.
Deg.. Deg.. nyasar bukan sih.. kayaknya nyasar deh.. pikiran-pikiran itu menghantui gua. Apalagi, sekarang udah ga ada orang lagi selain gw dan adik gw. Bunyi-bunyian hutan yang menyeramkan dan jeritan siamang yang sekali-kali terdengar membuat bulu kuduk berdiri. Ini hutan.. Gw bukan di TP lagi.. Gw nyasar ke ujungkulon..
Hutan yang masih steril dan alami menyumbangkan imajinasi-imajinasi buruk. Seperti harimau yang tiba-tiba menerkam dari belakang, sesosok hantu hutan yang berusaha memakan gw, Legolas yang berusaha memanah gw untuk merebut gelar cowo paling cool sekelas, dan banyak lagi pikiran-pikiran buruk yang menghantui. Bahkan, aura adik gw terasa terus menipis, rasanya seperti benar-benar sendirian.
soundtrack lama film flame of recca.. ^-^
1 komentar:
cieeeh..
keren banget fotonya...
tangkuban perahu emang menyimpan byak cerita!
Posting Komentar