Selasa, 29 Mei 2012

6

Gimana ya perasaan orang Jepang dulu saat Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom?

Tiga tahun sebelumnya, pada tahun 1942, mereka merayakan keberhasilan mereka dalam meratakan Pearl Harbor dan menguasai Indochina. Tapi, pada 7 dan 9 Agustus 1945, mereka ditampar kenyataan yang kejam. Bahwa Hiroshima dan Nagasaki bisa luluh lantak oleh satu biji bom. Bahwa kekuatan pasukan sekutu ternyata jauh diatas mereka. Bahwa mereka sebenernya sangat-sangat lemah.

Pada tahun 1942, mereka berparade dengan sombong. Tapi pada tahun 1945, mereka meratapi jalannya nasib sambil berkata, "attack pearl harbor, they said... it's gonna be fun, they said..."

Sepulang dari Jakarta, perasaan gw kurang lebih sama seperti orang-orang Jepang pasca pemboman Hiroshima dan Nagasaki.

Depresi.

Kalah total.

Males ngapa-ngapain.

Di Jakarta, meski presentasi kami lumayan bagus, ternyata kami gagal merebut gelar juara. Kami kalah secara fair and square oleh tim-tim dari UNS, UMY, dan UI. Sayang banget emang, padahal dramatis banget kalau akhirnya bisa menang.

Nah, saat awarding night, ketika gw dan dia sedang bersama-sama memandang kekalahan... kita akhirnya baikan. Tapi kejadian di Jakarta tersebut masih meninggalkan bekas yang mendalam. Gimana ya... gw bahkan ga bisa cemburu lagi, ga bisa marah lagi, satu-satunya yang rasakan adalah... seperti yang dikatakan oleh Adam Levine:

You push me
I don't have the strength to
Resist or control you
So take me down, take me down


Untuk beberapa saat, sepanjang bulan Maret dan April gw menjadi dingin. Jadi males mikirin apapun. Bahkan untuk nyukur kumis dan jenggot pun rasanya males banget. Seperti yang dikatakan oleh Adam Levine lagi:

I will never walk again
I'm never gonna leave this bed, oh


Ada satu tahap dimana untuk mengatasi kegalauan, gw bilang kepada diri sendiri bahwa setelah Jakarta, gw udah berhenti suka atau sayang sama dia. Kalau gw deketin dia, itu karena dia cantik doang. Bahasa kasarnya, karena nafsu doang. Keyakinan ini emang bikin hati lebih nyaman, tapi cuma tahan beberapa hari. Karena kemudian gw sadar bahwa setiap sebelum tidur, atit-nya masih kerasa. Karena diam-diam, ada sudut hati dimana Adam Levine terus bernyanyi:

So come here
And never leave this place
Perfection of your face
Slows me down, slows me down



So fall down
I need you to trust me
Go easy, don't rush me
Help me out, why don't you help me out?


Kebetulan, waktu itu dia mau ulang taun. Dalam suatu percakapan random, dia sempat bilang "perlu gak sih gw beli buku TOEFL?" dan gw bilang "engga perlu." Sebenernya, gw bilang engga perlu karena rencananya gw bakal ngasih dia hadiah buku TOEFL tersebut. Tapi kemudian, gw sadar bahwa gw ga punya basis valid untuk ngasih dia hadiah. Ngapain ngasih hadiah? Toh taun lalu, temen gw yang naksir dia dan ngasih dia hadiah-hadiah spesial akhirnya malah bikin dia ilfil.

Jadi, saat hari ulang tahunnya tiba... gw enggak ngasih dia apa-apa. Bahkan, gw enggak dateng ke perayaannya.Lucu emang. Taun lalu... ulang taun dia tuh seru banget. Dia seneng banget sama kado dan surat ucapan yang gw tulis. Sekarang?

Yang tidak disangka-sangka kemudian adalah... ternyata dia menyadari sikap-sikap Adam Levine yang gw lakukan.Hingga puncaknya, pada suatu hari... dia melakukan intervensi.

"Kenapa sih man lo jadi dingin ke gw?"

"Mmm..."

"Kenapa sih bilang aja coba!"

"Mmm..."

"Man, gw ga suka kalau lo diem kaya gini. Kalau ada masalah bilang aja!"

"Mmmm..."

Terus dia nangis dong saudara-saudara,

"What the fuck,"

"Abisnya lo tiba-tiba gini sama gw. Kemaren udah baik-baik aja terus sekarang kaya gini lagi. Gw ulang taun lo ga ngucapin, terus engga dateng. Kenapa sih lo?"

Gee... you wouldn't even let me die in peace, would you?

Biasanya, saat dia nangis, gw bakal menurunkan harga diri gw dan menenangkan dia. Tapi saat itu, gw maless banget. Gw pengen berhenti mikirin dia. Eksistensi dia itu cuma bikin galau, dan gw pengen ngehapus itu. Gw pengen nyerah. Gw pengen mati secara konotatif.

Akhirnya, gw menggunakan strategi yang sama dengan yang dia pakai di Jakarta. Gw mengundang pihak ketiga kedalam pembicaraan, sehingga secara efektif kita tidak bisa membicarakan hal yang terlalu personal. Pembalasan? Bisa dibilang begitu.

Akhirnya, dia muak sama sikap tertutup gw dan rasa sedihnya berubah menjadi amarah. Bener-bener marah besar secara harafiah.

Jadi kesimpulannya, kalau ditarik garis lurus polanya seperti ini:

Dia ngeliat sikap gw berubah. Dia takut gw marah sama dia. Kemudian, karena dia takut gw marah sama dia, akhirnya dia marah.


Women are crazy. -__-

Tidak ada komentar: