Kenapa gw sangat susah move on?
Sebenarnya hal ini bisa dianalisis dengan perspektif struktural fungsional.
Menurut perspektif ini, setiap sistem terdiri dari subsistem yang memiliki peran masing-masing. Peran-peran tersebut kemudian akan saling bersinergi untuk menciptakan sistem yang stabil.
Dalam level individual, hal ini dapat diaktualisasikan dengan pemilihan peran favorit.
Masih bingung? Kita ambil dia sebagai contoh. Kenapa dia memilih pacarnya yang (secara subjektif) engga bagus-bagus amat tapi kaya banget? Padahal, seperti yang kita tahu, dia engga mengincar kekayaan (sinetron abis) dari pacarnya tersebut.
Alasannya sederhana. Dengan membina hubungan dengan pacarnya tersebut, dia mendapatkan peran yang dia idam-idamkan: wanita kelas atas. Waktu masih berteman dulu, dia sering cerita ke gw tentang mimpinya untuk hidup dalam gemerlap kota Jakarta sebagai pemuncak rantai makanan. Nah, ketika dia berhubungan dengan pacarnya, dia mendapatkan lingkungan sosial baru (yang eksklusif), dia mendapatkan status baru (sebagai calon istri juragan kerbau), dan sebagainya. Inilah yang kemudian menjadi sistem ideal bagi dia. Pacarnya mungkin gak sempurna, tapi perannya kini sesuai dengan yang ia idamkan sejak masih bayi.
Hal yang sama berlaku buat gw. Dengan engak move-on dari dia, gw mendapatkan peran sebagai pria underdog yang harus bersaing dengan seorang yang tak terkalahkan untuk mendapatkan seorang putri yang bisa membelah lautan hanya dengan kedipannya.
Dan gw suka peran ini. Begitulah penjelasan dari perspektif struktural fungsional.
Selanjutnya bakal gw beberkan penjelasan dari perspektif postmodern, perspektif fenimisme, perspektif strukturasi adaptif, prespektif konflik, dan dua ratus perspektif lainnya.
Tapi boong.
Nah, ada satu hal lagi yang bikin gw susah move-on.
Menurut teori psikologi kehilangan, setelah kita memasuki fase acceptance maka seharusnya seluruh drama dan segala kegalauan yang dibawanya akan selesai.
Tapi, ada satu kondisi mutlak agar fase ini bisa tercapai dengan sempurna: you have to keep her away. Jaga jarak aman minimal 10 meter, jangan memandang wajahnya terlalu lama, jangan sampai parfumnya kecium, dan jangan mendatangi tempat-tempat yang penuh memori dirinya.
Sialnya -atau mungkin bisa gw bilang untungnya, kondisi ini gak pernah gw capai.
Gw stuck dalam beberapa kelompok sama dia, temen-temen gw adalah temen dia juga, banyak kelas yang kebetulan sama, dan lain-lain. Intinya, gw masih tetap berada dalam satu lingkungan sama dia.
Oleh karena itu, gw gak pernah bener-bener bisa menghindari terjadinya 'percikan'.
Jadi, meskipun setelah insiden ini gw gak pernah bener-bener menemukan keberanian dan energi untuk melakukan sesuatu yang secara eksplisit dan ekstensif untuk mendapatkan dia, tapi tetap ada beberapa drama yang tercipta.
Salah satu dari drama tersebut dimulai dari peristiwa yang sederhana. Ada sekelompok anak UI yang datang ke UGM untuk mempromosikan Pekan Komunikasi UI 2012.
Gw sendiri ga nyangka bahwa presentasi singkat dari anak-anak UI (yang salah satunya sok keren abis cuih) tersebut bakal berakhir dalam... sesuatu yang sangat dramatis. -_-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar