Minggu, 08 Februari 2015

Gadis-Gadis Mabuk di Sebelah

Beberapa waktu yang lalu, rumah kos tempat saya tinggal kedatangan penghuni baru. Jumlahnya kurang lebih tiga orang dengan jenis kelamin wanita. Awalnya saya kira mereka hanya wanita biasa, tetapi beberapa tanda-tanda yang tidak biasa muncul silih berganti. Pertama, setidaknya dua orang wanita tersebut terdengar sering mandi bersama. Bukan hal yang aneh bagi wanita sebenarnya, tetapi masalahnya kamar mandi di rumah kos saya hanya berukuran 1x1 meter. Saya tidak menyangka dua orang bisa muat disana. Kedua, deretan jemuran segera dipenuhi oleh pakaian-pakaian dalam wanita. Ketiga, wanita-wanita ini selalu pulang jam 3 pagi, dengan terkikik, dalam keadaan mabuk.

Ya, di titik ini saya yakin mereka bukan wanita biasa.

Awalnya saya jengkel karena setiap pukul 3 pagi, saya selalu dibangunkan oleh ceracauan gadis-gadis mabuk yang berteriak "Selamat pagi," sambil membanting pintu ketika masuk ke kamarnya masing-masing. Tapi seperti kata pepatah Irlandia, bahkan dalam keaadaan digantung pun manusia akan terbiasa. Lama kelamaan gadis-gadis mabuk ini menjadi rutinitas harian yang biasa saja. Tidak berbeda dengan tukang bubur dekat kantor Bank DKI yang selalu saya satroni untuk sarapan. Malahan, gadis-gadis mabuk ini pernah membantu saya bangun untuk mengejar flight pagi ketika alarm hape sedang tidak bisa diandalkan.

Kemudian, layaknya seorang Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, saya mulai mengobservasi para gadis-gadis mabuk ini. Apa yang mereka ceracaukan, intonasi mereka, dengan siapa mereka pulang dan lain-lain. Sekitar lima hari yang lalu mereka bertengkar. Dua orang pulang duluan, satu menyusul belakangan. Yang dua orang (tinggal di satu kamar di lantai bawah) berbagi omelan, yang satu terisak-isak selama satu jam di kamarnya (tinggal di kamar berbeda di lantai atas). Sekitar empat hari yang lalu mereka sepertinya sudah berbaikan. Ketiganya pulang bersama. Yang satu langsung naik ke atas, yang dua lagi sibuk sendiri. Ternyata salah seorang dari mereka minum terlalu banyak karena terus menerus kalah hom-pim-pah. Jadilah dia muntah-muntah di kamar mandi dengan bantuan temannya.

Oh, untuk membantu Anda berfantasi saya akan sedikit dekripsikan penampilan mereka. Dari tiga gadis-gadis ini, satu terlihat sangat cantik. Dia memiliki kulit putih yang bersemu pink alami. Saya tahu dia tidak memakai make-up karena saya melihat dia pukul 9 pagi masih dengan piyama. Dua gadis yang lain tidak begitu cantik. Tapi begitu mereka memakai make up, penampilan mereka membaik.

Lalu kemarin, sesuatu yang besar terjadi. Gadis lantai atas, yang paling cantik, menangis sambil muntah-muntah. Sepertinya dia tidak kalah hom-pim-pah, karena ceracauan yang keluar adalah penyesalan filosofis akan kehidupan. Mulutnya pahit. Dia meminta air pada temannya, tetapi mereka tidak punya stok air mineral. Akhirnya dia meminum air mentah dari kamar mandi. "Kenapa harus begini?" katanya.

Kenapa harus begini?

Saya tidak menghakimi, karena itu adalah tugas tuhan dan malaikat.

Gadis-gadis ini harus berbagi kamar di rumah kos yang tarifnya hanya Rp 650.000, artinya mereka bukan orang berada. Mereka harus begini, karena inilah cara mereka untuk mencari uang. Dengan pergi ke sebuah klub karaoke, menemani pengunjung minum-minum lalu meratapi tubuh yang remuk di sisa malam. Apakah mereka punya pilihan lain? Mungkin punya. Apakah mereka mengambil keputusan yang salah? Bisa jadi. Butuh observasi lebih lanjut untuk memahami gadis-gadis ini. Sementara itu, rutinitas yang sama akan terus berulang. Tadi si cantik sempat mengeluh enggan untuk pergi, tetapi dia akhirnya pergi juga. Jam 3 nanti mereka akan kembali dengan kisah baru dan ceracauan baru. Saya akan menunggu. 

1 komentar:

Putri Tika Pratiwi mengatakan...

Plis kasitau kisah selanjutnya...