Kamis, 22 September 2011

Palestina Sebagai Anggota PBB? Kasih Gak Ya?

“Pray, people. We want god in this building today.” –Chief Webber, Grey’s Anatomy

“There is no spoon” –Bald boy, Matrix Reloaded

Dear reader,

Mahmoud Abbas, Presiden Palestina, baru-baru ini melakukan tindakan yang sangat drastis: mengajukan proposal permohonan penerimaan Palestina sebagai anggota resmi PBB. Selama ini, karena kedaulatannya yang tak kunjung jelas, kedudukan Palestina di PBB hanya sebatas negara pengawas. Akibatnya Palestina tidak memiliki akses terhadap berbagai hak asasi kenegaraan yang diakui PBB –termasuk hak vital untuk memiliki perbatasan dan kedaulatan yang jelas. Padahal perbatasan dan kedaulatan yang diakui secara internasional merupakan prasyarat yang sangat penting bagi sebuah negara untuk bisa hidup dengan tenang. Karena tanpanya, negara-negara tetangga anda dapat seenaknya ‘masuk ke pekarangan dan buang air besar disana’ tanpa mendapatkan sanksi formal yang berarti dari dunia internasional.

Saat ini, satu-satunya yang dimiliki Palestina sebagai basis yuridis perbatasan dan kedaulatannya adalah berbagai perjanjian internasional dengan Israel. Hal yang lucu dari perjanjian internasional adalah, kedua pihak yang berjanji harus memiliki ‘kekuatan tawar’ yang setara agar perjanjian tersebut dapat dihormati. Karena jika tidak, pihak yang memiliki ‘kekuatan tawar’ lebih besar dapat dengan semena-mena melanggar perjanjian tersebut tanpa banyak masalah. Bayangkan jika anda berada di pihak Israel, apa susahnya sih melanggar perjanjian dengan Palestina? Toh, secara militer, ekonomi, dan politik, Palestina tidak bisa berbuat apa-apa seandainya anda melanggar perjanjian tersebut? Benar, kan?

Maka dari itu, jelas saja saat ini Israel ketar-ketir dengan usaha permohonan penerimaan Palestina sebagai anggota resmi PBB yang digagas oleh Mahmoud Abbas. Jika usaha Abbas berhasil, maka Israel tidak bisa lagi seenaknya mencaplok tanah Palestina. Artinya, tidak ada lagi pembangunan tembok perbatasan serta pemukiman Yahudi. Padahal, dua hal tersebut merupakan hal yang vital untuk mewujudkan mimpi Zionis dalam menciptakan ‘Israel Raya’ dimana semua orang yahudi dapat kembali bersatu dibawah satu negara, seperti saat zaman kejayaan mereka dibawah pemerintahan Raja Daud.

Untuk menjegal usaha Abbas, perdana menteri Israel menawarkan untuk membuka kembali negosiasi perdamaian yang sampai saat ini mandek. Tapi, Palestina menyatakan bahwa tawaran Benyamin (perdana menteris israel, red.) tersebut hanya pemanis mulut yang bertujuan untuk menarik dukungan internasional. Pernyataan tersebut agaknya memang tidak berlebihan, karena dalam berbagai negosiasi sebelumnya, antusiasme Israel untuk bernegosiasi secara serius dengan Palestina sangat rendah. Seandainya negosiasi tersebut berhasil pun, kecil kemungkinan Israel akan mengikuti hasil negosiasi tersebut tanpa melanggarnya.

Terlepas dari hal-hal diatas, penulis merasa peluang Palestina untuk memenangkan posisi sebagai anggota tetap PBB sangatlah rendah. Meskipun simpati dunia internasional pada umumnya berpihak pada Palestina, Amerika Serikat tetap kukuh pada posisinya sebagai sekutu sejati Israel. Mereka menyatakan siap untuk menggunakan hak veto mereka untuk menggagalkan usaha Palestina. Para pendukung Palestina yang datang dari daratan Eropa seperti Inggris dan Prancis juga turut menarik dukungan mereka karena konfrontasi dengan Amerika Serikat saat Uni Eropa berada diambang krisis dirasa terlalu beresiko. Sisa pendukung Palestina adalah negara-negara yang pengaruhnya relatif kecil. Dan meski Indonesia, Mesir, dan negara-negara islam lainnya berjanji untuk mendukung Palestina, tapi kecil kemungkinan mereka akan rela ‘berkotor-kotor’ untuk membantu saudara kecilnya tersebut.

Kesimpulannya, meski pada media Abbas berkata “persetan dengan semua tekanan itu,” tapi sejatinya Abbas benar-benar butuh keajaiban tuhan atau keajaiban matrix untuk bisa berhasil.

That’s all folks.

Tidak ada komentar: