Jumat, 23 September 2011

Banggar-uk Pantat Singa

Dear reader,

Demokrasi adalah konsep yang telah ada sejak sekitar 2300 tahun yang lalu. Dimulai dari Athena, lalu berlanjut ke Romawi, lalu menghilang sementara seiring dengan menguatnya monarki dan teokrasi vatikan serta islam, lalu muncul lagi di Belanda lewat revolusi borjuis, diikuti Inggris lewat revolusi mawar, menyebrangi atlantik ke Amerika Serikat pasca perang kemerdekaannya, lalu singgah sebentar di Prancis sebelum digantikan oleh kekaisaran Napoleon, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia lewat kolonialisasi dan imperialisasi. Selama itu, konsep demokrasi terus berkembang. Awalnya, ‘suara’ hanya diberikan pada golongan laki-laki yang kaya dan terpandang. Lalu lambat laun, semua laki-laki, wanita, serta ras-ras minoritas juga turut diberikan hak yang setara dalam demokrasi.

Kenapa demokrasi ini kemudian bisa populer? Ada beberapa pendapat yang dapat menjawab pertanyaan ini. Pertama, ada yang berpendapat bahwa demokrasi dapat populer karena sifat pluralisnya. Dimana semua golongan mendapat suara, semua golongan dapat terlibat dalam proses politik, dan yang paling penting: semua golongan dapat berkompetisi secara adil sehingga secara alamiah, tidak akan ada golongan yang mendominasi golongan lain.

Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa demokrasi dapat populer karena mekanisme demokrasi modern telah dapat sedemikian rupa menyeimbangkan keinginan penguasa untuk terus menjabat dengan keinginan masyarakat untuk terwakili. Dalam demokrasi, satu-satunya jalan bagi penguasa untuk terus menjabat adalah adalah dengan mendengarkan rakyat, bukan dengan memeras rakyat seperti yang biasa dilakukan oleh monarki. Dengan kata lain, demokrasi adalah win-win solution.

Tapi pendapat terakhir, disadur dari pemikiran Karl Marx, berpendapat bahwa demokrasi dapat populer karena ia menyediakan mekanisme dimana golongan elit dapat memeras masyarakat sambil tetap mendapatkan legitimasi dari masyarakat tersebut. Indonesia agaknya merupakan contoh yang sempurna untuk pendapat nomor 3. Aksi mogok yang dilakukan oleh Banggar baru-baru ini merupakan sebuah bukti nyata tentang bagaimana sistem demokrasi di Indonesia memang benar-benar sebuah lahan permainan bagi para elit untuk memeras rakyatnya.

Seperti yang dapat kita saksikan di media, aksi mogok Banggar bermula dari inisiatif KPK untuk menyelidiki pernyataan Nazarudin mengenai keterlibatan Banggar dalam skandal kemenpora dan kemenakertrans. Namun, bukannya bekerja sama untuk memuluskan penyelidikan KPK, Banggar justru menganggap KPK melakukan intervensi terhadap kinerja Banggar sehingga Banggar membalas dengan menghentikan perancangan RAPBN yang harus selesai pada 21 Oktober. Langkah Banggar ini tentu malah membuat kita curiga. Kalau Banggar memang ‘bersih’, tentu tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak penyelidikan KPK. Mengikuti prinsip anak muda yang sedang kasmaran: “kalau gugup, deg-degan, atau menghindar... pasti ada apa-apanya.”

Seandainya pemerintah adalah sungai, maka Banggar adalah hulu-nya. Dan jika hulu sungai sudah tercemar, maka seluruh sungai tersebut kemungkinan telah turut tercemar. Pertanyaannya kini: “Kok bisa-bisanya bapak-bapak dan ibu-ibu Banggar tersebut menduduki posisinya yang sekarang?” Seperti yang kita ketahui, anggota Banggar adalah anggota legislatif yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Jadi, sebelum mulai menyalahkan pemerintah ‘busuk’, tanya dulu diri kalian masing-masing. Yang membuat anggota dewan bisa duduk di kursinya yang sekarang itu ya masyarakat sendiri. Kasus Banggar ini hanya salah satu dari sekian banyak kasus yang mempertontonkan problematika integritas dan bahkan intelejensi dari para anggota dewan kita yang terhormat. Mengapa masyarakat Indonesia bisa sepakat menaruh orang-orang yang ‘meragukan’ tersebut untuk mewakili mereka?

Jawabannya mungkin sesuai dengan pendapat kakang Karl Marx yang telah dibahas sebelumnya. Karena orang-orang yang ‘meragukan’ tersebut telah sukses menciptakan ‘ilusi’ yang membuat masyarakat memberikan legitimasinya pada mereka. Untungnya, demokrasi memberikan jalan bagi kita untuk membersihkan pemerintahan kita dari orang-orang ‘meragukan’ serta untuk lepas dari ilusi. Jalan tersebut adalah: BE SMART! Pilih orang yang benar, jangan pilih hanya berdasarkan partai. Ketahuilah track reckord, pandangan politik, intelejensi, serta integrasi para kandidat sebelum memilih mereka. Dan seandainya anda tidak cukup pintar untuk membedakan baik-buruk kandidat, jika anda tidak mengetahui mengenai aktivitas politik kandidat-kandidat tersebut, dan jika anda tidak cukup ‘tercerahkan’ untuk dapat memperkirakan potensi penyimpangan para kandidat tersebut, maka tolonglah... jangan ikut milih! :D

That’s all folks.

Tidak ada komentar: