Sambungan dari sini.
Petualangan yang sebenarnya dimulai ketika gw mulai terbuai dengan suasana metromini. Gw mulai menikmati guncangan-guncangan metromini, bau badan apek bapa-bapa sebelah gw, dan kenek yang kaya banci. Kenek metromini yg gw tumpangi memang sedikit aneh. Dia berkulit hitam legam, berambut panjang, berbadan tegar. Tapi menggunakan ikat rambut yang cewe banget, serta mengenakan busana yang bernuansa feminim. Dan ketika gw mulai meneliti sang kenek, gw terkejut. Ternyata keneknya memang wanita!!
Gw langsung menghela nafas. Begitu sulitnya hidup di wilayah bawah rantai makanan Jakarta. Bahkan pekerjaan yang sangat sulit serta menuntut 'kelaki-lakian' pun mesti dilakoni oleh seorang wanita. (-_-)
Lalu tiba-tiba, metromini yang gw tumpangi berhenti. Hampir semua penumpang turun, hanya segelintir orang yang masih duduk di metromini. Gw bingung, apakah gw sudah tiba di kampung rambutan? Kenapa semua orang turun? Sialnya ga ada waktu bertanya. Kalut, gw memilih ikut turun karena takut nyasar.
Gw semakin bingung saat tempat gw turun tuh sama sekali tidak terlihat seperti terminal. Tapi setelah gw telek-telek, ada pedagang buah yang berjejer di seberang jalan. Gw memfokuskan mata gw, mencari-cari rambutan diantara buah buahan yang dijajakan. Dan ternyata ada! Dan layaknya Christopher Colombus yang mengira Amerika itu India, gw dengan seenaknya mebuat teori: "Ada yang jual rambutan! Berarti ini kampung rambutan.. Hahaha.."
Ok, jika ini kampung rambutan. Maka dimana terminalnya? Gw mengedarkan pandangan ke delapan penjuru mata angin tapi tidak menemukan satu pun bus. Gw mulai meragukan teori rambutan yang asburd itu. Dan akhirnya dengan kerendahan hati gw memutuskan bertanya pada seorang pedagang. Dan ternyata, kampung rambutan masih jauh dari tempat gw turun.
Petualangan yang sebenarnya dimulai ketika gw mulai terbuai dengan suasana metromini. Gw mulai menikmati guncangan-guncangan metromini, bau badan apek bapa-bapa sebelah gw, dan kenek yang kaya banci. Kenek metromini yg gw tumpangi memang sedikit aneh. Dia berkulit hitam legam, berambut panjang, berbadan tegar. Tapi menggunakan ikat rambut yang cewe banget, serta mengenakan busana yang bernuansa feminim. Dan ketika gw mulai meneliti sang kenek, gw terkejut. Ternyata keneknya memang wanita!!
Gw langsung menghela nafas. Begitu sulitnya hidup di wilayah bawah rantai makanan Jakarta. Bahkan pekerjaan yang sangat sulit serta menuntut 'kelaki-lakian' pun mesti dilakoni oleh seorang wanita. (-_-)
Lalu tiba-tiba, metromini yang gw tumpangi berhenti. Hampir semua penumpang turun, hanya segelintir orang yang masih duduk di metromini. Gw bingung, apakah gw sudah tiba di kampung rambutan? Kenapa semua orang turun? Sialnya ga ada waktu bertanya. Kalut, gw memilih ikut turun karena takut nyasar.
Gw semakin bingung saat tempat gw turun tuh sama sekali tidak terlihat seperti terminal. Tapi setelah gw telek-telek, ada pedagang buah yang berjejer di seberang jalan. Gw memfokuskan mata gw, mencari-cari rambutan diantara buah buahan yang dijajakan. Dan ternyata ada! Dan layaknya Christopher Colombus yang mengira Amerika itu India, gw dengan seenaknya mebuat teori: "Ada yang jual rambutan! Berarti ini kampung rambutan.. Hahaha.."
Ok, jika ini kampung rambutan. Maka dimana terminalnya? Gw mengedarkan pandangan ke delapan penjuru mata angin tapi tidak menemukan satu pun bus. Gw mulai meragukan teori rambutan yang asburd itu. Dan akhirnya dengan kerendahan hati gw memutuskan bertanya pada seorang pedagang. Dan ternyata, kampung rambutan masih jauh dari tempat gw turun.
k-e-p-a-r-a-t-!-!
Setengah frustasi, gw nyari metromini yang tadi nurunin gw. Tapi udah ga ada. Sialan.. tadi buat nunggu satu metromini aja butuh 45 menit.. bisa mati kemaleman gw kalo nunggu metromini lagi! Gw memutuskan untuk naek angkot yang bertujuan kampung rambutan. Dan kali ini gak boleh ada kesalahan turun. Setiap dua menit sekali gw tanya ke sopir.
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum. masih jauh ko.."
Dua menit kemudian,
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum. masih agak jauh ko.."
Dua menit kemudian,
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum. masih jauh ko.."
Dua menit kemudian,
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum!! sekali lagi lo tanya, gw bacok lo pake golok gw!!"
Dua menit kemudian,
"Pak, ada golok gak?"
"engga ada.."
"Ummm.. Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
Jujur saja, angkot memang jauh lebih nyaman daripada metromini. Harganya pun tidak begitu jauh berbeda. Jadi kali ini gw bener-bener bisa menikmati perjalanan. Gw bisa ngobrol-ngobrol dengan seorang wanita yang kebetulan berada di angkot, menghirup udara jakarta yang menenangkan, dan mengkhayalkan hasil utul gw.
Gw tiba di kampung rambutan. Dan petualangan berikutnya menanti.
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum. masih jauh ko.."
Dua menit kemudian,
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum. masih agak jauh ko.."
Dua menit kemudian,
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum. masih jauh ko.."
Dua menit kemudian,
"Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
"belum!! sekali lagi lo tanya, gw bacok lo pake golok gw!!"
Dua menit kemudian,
"Pak, ada golok gak?"
"engga ada.."
"Ummm.. Pak, kampung rambutan belum lewat kan?"
Jujur saja, angkot memang jauh lebih nyaman daripada metromini. Harganya pun tidak begitu jauh berbeda. Jadi kali ini gw bener-bener bisa menikmati perjalanan. Gw bisa ngobrol-ngobrol dengan seorang wanita yang kebetulan berada di angkot, menghirup udara jakarta yang menenangkan, dan mengkhayalkan hasil utul gw.
Gw tiba di kampung rambutan. Dan petualangan berikutnya menanti.
3 komentar:
Lain kali naik bajaj ajah *maksa banget nih*, lagian kamu bisa gantian nyupir bajajnya kalo si supir capek ;p
Aku pernah brenti di terminal kampung rambutan jam 4 pagi, bingung campur takut, mana sendirian lagi, nungguin yang jemput baru datang jam 7, nista banget kan??
loh bukannya enakan naik metomini ya, lebih sunyi kayanya. hha :D
bwahahahaha!!
seenggaknya lo ga dinyasarin sama orang. :P
gue pernah tuh sibikin nyasar sama orang jauh banget.
Posting Komentar