Hari ini, dengan niat melawan pengaruh Playstation 2 yang diboyong sepupuku ke rumah. Saya mengiyakan tawaran teman saya untuk bermain komputer di sebuah gamecenter di kotaku. (supaya gak kecanduan PS2, maen komputer!! Gitchu..) dan setelah sesi 'menunggu dan menoleransi' keterlambatan teman saya di tempat janjian (biasa.. Indonesia), saya pun mulai memasuki dunia DOTA (defend of the ancient) dan siap bertarung.
Sambil meladeni lawan yang tidak terlalu tangguh (karena saya hebat) pikiran saya menerawang, apa jadinya bila orang tuaku mengetahui bahwa aku, anak yang gak pernah dianggap, sedang buang-buang uang di Gamecenter?? Flashback pun terjadi, waktu itu sekitar 8 tahun yang lalu, ketika seorang teman memperkenalkanku pada dunia rental playstation, dengan segera aku jatuh cinta pada dunia fantasi buatan sony ini. Tapi aku yang waktu itu masih polos termakan nasihat bohong kepala sekolah SD pada saat amanat upacara, "anak-anak sekalian, janganlah kalian membuang waktu dan uang kalian di rental playstation, karena sesungguhnya ketika kalian sedang asik bermain, para penjaga rental playstation itu menyuntikan narkoba pada kalian, sehingga kalian kecanduan bermain di tempat itu,." waktu itu aku dengan mudahnya percaya.
Mengindahkan nasihat konyol tersebut, saya melawan rasa kecanduan playstation dan godaan rental-rental PS yang bercokol dengan manis di dekat sekolah serta di dekat rumah. Saya hanya bisa menemui PS ketika sepupuku datang ke Sukabumi setiap liburan sekolah, artinya saya hanya bersua dengan playstation selama empat bulan sekali (waktu itu masih sistem caturwulan). Dan mungkin karena otak kanan saya sudah lama tidak terurus dan si OKa ini berfungsi efektif ketika saya main Playstation, saya terkena kecanduan parah playstation. Tanpa berani melepaskan kerinduan ke rental karena petuah kepala sekolah saya.
Angin segar berhembus ketika pada akhirnya salah seorang tetangga saya membeli Playstation, bak menyambut Achiles yang kembali dari Troya (yang gak pernah terjadi karena Achiles mati di Troaya) saya dengan suka cita menyambut kedatangan playstation itu. Pada hari pertama saya berkesempatan main ke playstation, eh, tetangga saya tersebut, kerinduan saya terobati, meskipun tidak maksimal. Terang saja, sang empu Plasyation hanya memiliki CD playstation dalam jumlah terbatas. Dan lagi, playstation hanya memiliki dua stik, sementara setidaknya ada sebelas anak yang ngidam mijitin joystik tersebut.
Selama beberapa minggu kemudian, saya secara teratur menyambangi tetangga saya tersebut beberapa hari sekali. Hingga akhirnya hari dimana pertanyaan inti terjawab tiba., buat yang lupa, pertanyaan intinya adalah "Apa reaksi orang tua saya jika mengetahui saya maen game diluar?"
Ibu: Aa, (aa adalah panggilan kanak-kanak saya dari ortu, sebenarnya sampai sekarang juga masih, tapi aq uda ga suka meduliin panggilan ortu) beberapa hari ini aa ga pernah ada di rumah, aa suka maen ke Imam (sang tetangga tercinta) ya?? Maen Pe-Es bukan?
Aa: Iya, kenapa gitu bu?
Ayah: (yang tiba-tiba datang entah darimana), kamu ini!! Bukannya belajar malah maen ga jelas gitu!! Tau ga? perbuatan kamu itu gak berguna tau!! Cuma buang-buang waktu!! pasti kamu bolos sekolah agama sore buat maen pe-es itu ya!! Kamu tu ga tau malu, uda disekolahin mahal-mahal malah maen-maen gak jelas!!! dst... dst..
selama dua jam dua puluh empat menit kemudian saya terus direcoki dengan ceramah serta tuduhan-tuduhan baru yang menyebalkan.. dan sama sekali tidak benar., bayangkan perasaan seorang anak kecil yang bertahun-tahun menahan godaan dari rental playstation, ketika akhirnya bisa mendapat kesenangan yang amat sangat terbatas, kemudian dengan kejam, kesenangan itu direnggut dengan mudahnya.. huuhhh.. menyebalkan., jika yang diceramahi itu saya yang sekarang, saya bisa dengan mudah berkata "ya..ya..yaa.." tanpa mendengar, tapi yang sedang diceramahi secara brutal itu adalah seorang anak berusia tujuh tahun, yang selalu mendapat rangking satu setiap caturwulan,. Dimana tuhan ketika anak-anak tolol yang nyaris ditendang keluar sekolah bisa dengan mudahnya mengakses playstation, sementara seorang anak cerdas (dan tampan) harus diceramahi secara brutal hanya karena mengakses pe-es beberapa menit setiap minggunya??
Yup, seperti biasa, teman yang mengajak duel game DOTA saya jungkalkan dengan mudah.. tapi renunganku tidak berhenti sampai disana., ada pertanyaan baru yang muncul, yaitu, "apa bermain game memang sangat buruk sehingga orangtuaku membatasinya secara ketat?" yang akan diuraikan pada postingan selanjutnya.. ^^V
2 komentar:
yup, gw rasanya mengerti
krn game itu seperti candu yg bisa dibilang legal, apalagi game online
jd ingat dulu, pas Ragna***Onl***(disensor) muncul, gw main gila2an buat level, beli equips pake rupiah, dll
tp maen game tidak selalu memberikan dampak buruk, krn plg tidak kita bisa nambah pengalaman dgn bersosialisasi (serta nambah ilmu maen)
sekarang jaman Ragna***Onl***(disensor) udah berakhir, yg ada Risi**For**, Auditi**, ama DOT*(disensor)
memang dunia GAME gak ada matinya... lagi berharap munculnya PS4 hehehe
@arch uria
Yup.. adiktif.. dan mendidik sebenernya..
hadu.. PS3 aja harganya masih selangit.. T_T
Posting Komentar